Teknologi Pengelolaan Hara dan Bahan Organik sebagai Model Pertanian Ramah Lingkungan Pada Lahan Kering Iklim Kering [PDF]
Pembangunan pertanian di Indonesia selama ini terfokus pada peningkatan produksi pangan, terutama beras sehingga sebagian besar dana dan daya pemerintah telah dialokasikan untuk program-program seperti intensifikasi, jaringan-jaringan pengairan, dan pencetakan sawah. Dengan usaha yang dilakukan tersebut, lahan sawah memberikan sumbangan yang paling besar terhadap peranan subsektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian. Melalui berbagai program intensifikasi padi seperti bimbingan masal (Bimas), intensifikasi khusus (Insus), intensifikasi masal (Inmas), intensifikasi umum (Inmum), operasi khusus (Opsus), dan Supra Insus, produksi padi terus meningkat sampai 25 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 1985 (Setyorini et al. 2004). Sampai tahun 2012 produktivitas padi nasional mencapai 5,31 t GKG/ha dan sedikit meningkat pada tahun 2013 sampai 5,32 t GKG/ha (Badan Pusat Statistik 2014).
Penurunan peningkatan produktivitas lahan sawah, alih fungsi lahan sawah, tingginya laju pertambahan penduduk dan konsumsi beras per kapita menyebabkan laju peningkatan produksi padi tidak bisa mengimbangi laju permintaan, sehingga pemerintah perlu melakukan import beras. Penurunan produktivitas lahan sawah di sentra produksi beras erat kaitannya dengan penggunaan pupuk kimia dan pupuk organik yang tidak seimbang sehingga mengganggu ketersediaan unsur hara bahkan sampai menimbulkan gejala keracunan tanaman. Rendahnya kadar bahan organik tanah berkontribusi nyata terhadap penurunan produktivitas lahan sawah. Dilaporkan oleh Minardi (2009) bahwa kadar bahan organik pada 60% sawah di Jawa lebih rendah dari 1%, merupakan kadar bahan organik yang sangat rendah.
|