Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan [PDF]
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Indonesia telah terjadi peningkatan laju konversi lahan pertanian ke nonpertanian. Laju konversi lahan sawah secara nasional pada periode 1981-1999 sekitar 90 ribu ha/th, maka hanya dalam kurun waktu singkat, yaitu periode 1999-2002 laju konversi lahan sawah meningkat drastis menjadi 188 ribu ha/th (Badan Litbang Pertanian 2006). Isa (2006) menambahkan bahwa laju konversi lahan sawah di Pulau Jawa jauh lebih besar dibandingkan dengan di luar Jawa. Dengan kontribusi pemenuhan kebutuhan beras nasional sebagian besar berasal dari Pulau Jawa, maka kondisi ini akan berdampak buruk terhadap penyediaan pangan penduduk Indonesia yang laju pertumbuhan penduduknya masih cukup tinggi yaitu sekitar 1,49% pada periode 2000-2010 jika tidak ditangani secara baik. Selain itu, kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan nonpertanian, memerlukan ketersediaan lahan baru untuk menjaga keamanan pangan nasional (Djaenudin et al.2003).
Lahan sulfat masam, dengan arealnya yang cukup luas (sekitar 3,5 juta ha, termasuk lahan pasang surut), dapat diandalkan untuk dikembangkan sebagai areal pertanian yang produktif asal dikelola
dengan baik sesuai dengan karakteristik lahannya (Mulyani dan Agus 2006). Noor (1996) mengemukakan bahwa lahan sulfat masam biasanya berasosiasi dengan lahan gambut, sehingga luasnya terus mengalami peningkatan karena terjadinya penipisan lapisan gambut yang berada di lapisan atas sehingga mendekatkan lapisan pirit ke permukaan.
|