Asap Cair Untuk Mengendalikan Hama
Berkembangnya resistensi dan resurgensi akibat penggunaan pestisida kimia menjadi masalah serius yang dihadapi petani Indonesia saat ini. Satu-satunya jalan untuk memperlambat, menghindari atau membalik arah pengembangan resistensi pestisida adalah melalui program pengelolaan resistensi pestisida.
Perlu kita tingkatkan kesadaran untuk mengendalikan hama yang lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan bahan organik atau bahan alami sebagai bio pestisida. Salah satu biopestisida yang diketahui efektif untuk mengendalikan hama adalah asap cair dari tempurung kelapa.
Asap cair merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu yang mengandung senyawa asam, fenol dan karbonil hasil degradasi termal komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Biasanya bahan baku yang banyak digunakan untuk membuat asap cair adalah bonggol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, serbuk gergaji kayu dan berbagai macam jenis kayu lainnya.
Berikut merupakan proses pembuatan asap cair dari bahan baku tempurung kelapa:
Asap cair ini efektif untuk mengendalikan hama tanpa menyebabkan ledakan dan fitotoksisitas tanaman. Hama yang dapat dikendalikan oleh asap cair ini adalah ulat grayak, penggerek, thrips, kutu, wereng dll dengan sifatnya yang menolak (repellent) bukan membunuh.
Dalam pengaplikasiannya, biopestisdia ini harus diencerkan terlebih dahulu. Dosis penggunaan biopestisida asap cair adalah 75-100 ml per liter air dengan volume semprot 400-500 liter per hektar. Penyemprotan dilakukan secara berkala yang dilakukan pada semua bahagian tanaman.
Selain mengendalikan hama, hasil penelitian lain menunjukkan bahwa asap cair hasil destilasi kering kayu jati, bakau, karet dan tusam dengan pemanasan suhu 500 0C selama lima jam, mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa penggunaan biopestisida asap cair ini mampu meminimalisasikan penggunaan pestisida. Perlu diketahui bahwa penggunaan pestisida yang minim akan menghasilkan produk pertanian yang sehat dan bercita rasa khas. Selain itu daya simpan produk menjadi lama, tidak mudah busuk dan sangat aman bagi kesehatan manusia yang mengkomsumsinya.
Dampak positif lainnya adalah timbunya penyakit-penyakit modern seperti saat ini bisa dicegah. Dengan demikian produk pertanian yang dihasilkan pun menjadi produk sehat karena minimnya residu yang bisa hilang saat pencuncian atau pelayuan.
Sumber.
Perlu kita tingkatkan kesadaran untuk mengendalikan hama yang lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan bahan organik atau bahan alami sebagai bio pestisida. Salah satu biopestisida yang diketahui efektif untuk mengendalikan hama adalah asap cair dari tempurung kelapa.
Add caption |
Asap cair merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu yang mengandung senyawa asam, fenol dan karbonil hasil degradasi termal komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Biasanya bahan baku yang banyak digunakan untuk membuat asap cair adalah bonggol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, serbuk gergaji kayu dan berbagai macam jenis kayu lainnya.
Berikut merupakan proses pembuatan asap cair dari bahan baku tempurung kelapa:
- Tempurung kelapa dibersihkan dan dikering anginkan
- Selanjutnya tempurung dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke reaktor pirolisis
- Reaktor pirolisis ditutup rapat dan dinyalakan untuk melakukan proses pirolisa
- Proses pirolisa ini berjalan cukup lama kurang lebih 5 jam.
- Asap akan keluar dari wadah dan masuk kondensor yang terendam dalam bak air (terkondensasi) dan pada akhirnya mengeluarkan cairan hasil kondensasi yang ditampung dalam wadah
- Pemanasan diakhiri sampai tidak ada asap cair yang menetes dalam wadah
- Cairan yang diperoleh merupakan campuran heterogen antara asap cair dengan tar
- Cairan ini kemudian didiamkan selama satu minggu agar tar dan senyawa lainnya mengendap, kemudian disaring.
Asap cair ini efektif untuk mengendalikan hama tanpa menyebabkan ledakan dan fitotoksisitas tanaman. Hama yang dapat dikendalikan oleh asap cair ini adalah ulat grayak, penggerek, thrips, kutu, wereng dll dengan sifatnya yang menolak (repellent) bukan membunuh.
Dalam pengaplikasiannya, biopestisdia ini harus diencerkan terlebih dahulu. Dosis penggunaan biopestisida asap cair adalah 75-100 ml per liter air dengan volume semprot 400-500 liter per hektar. Penyemprotan dilakukan secara berkala yang dilakukan pada semua bahagian tanaman.
Selain mengendalikan hama, hasil penelitian lain menunjukkan bahwa asap cair hasil destilasi kering kayu jati, bakau, karet dan tusam dengan pemanasan suhu 500 0C selama lima jam, mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa penggunaan biopestisida asap cair ini mampu meminimalisasikan penggunaan pestisida. Perlu diketahui bahwa penggunaan pestisida yang minim akan menghasilkan produk pertanian yang sehat dan bercita rasa khas. Selain itu daya simpan produk menjadi lama, tidak mudah busuk dan sangat aman bagi kesehatan manusia yang mengkomsumsinya.
Dampak positif lainnya adalah timbunya penyakit-penyakit modern seperti saat ini bisa dicegah. Dengan demikian produk pertanian yang dihasilkan pun menjadi produk sehat karena minimnya residu yang bisa hilang saat pencuncian atau pelayuan.
Sumber.